Sabtu, 10 Oktober 2009

BERLEBARAN GAYA RASULULLAH

Oleh : A. Adib Masruhan

Seorang Baduwi dengan tergopoh-gopoh mendatangi Nabi Muhammad SAW dan berkata “Ya Rasulallah, saya melihat hilal”. Hilal adalah bulan sabit yang sebagai tanda masuknya penanggalan hijriyah baru. Dengan laporan tersebut Nabi SAW menanyakan: apakah kamu orang Islam? dan orang itu menjawab: ”Ya" maka diterimalah kesaksiannya, kemudian Nabi SAW memerintahkan kepada Bilal untuk mengumumkan bahwa esok adalah Hari Raya, (Ibnu Hibban 8/229) beliau juga mengajarkan bila melihat hilal seperti diatas untuk membaca do’a “Allahumma ahillahu alaina bi al amni wa al iman, wa al salamati wa al islam, robbi wa robbuka Allah”

Disaat itu pula Rasulullah mewajibkan umat Islam mengeluarkan Zakat Fitrah, baik untuk dirinya maupun orang yang dalam tanggung jawabnya (Muslim: 2/677). Begitu pula dalam menyambut malam lebaran, beliau mengeluarkan pernyataan: “Barang siapa menghidupkan / meramaikan malam lebaran Fitri atau Adha, (dengan sholat, dzikir dan takbir) maka hatinya tidak akan mati disaat hati orang lain mati”

Suasana malam lebaran di komunitas muslim masa Rasulullah SAW, adalah peningkatan ibadah dengan memperbanyak sholat, dzikir dan do’a, umat berbondong-bondong ke masjid untuk menghidupkan malam Ied tersebut.

Sholat Ied.

Dipagi hari, setelah makan pagi Rasulullah SAW keluar rumah dengan mengeraskan suara membaca tahlil dan takbir, beliau memilih tempat lapang yang biasa digunakan menjemur kurma, sebagai tempat pelaksanaan sholat Ied (yang kemudian disebut Musholla), karena bisa menampung masyarakat Madinah secara keseluruhan. Beliau berangkat menuju Musholla dengan mengambil jalan memutar, sehingga dapat bertemu dengan masyarakat secara umum. Sebelumnya telah diumumkan bahwa semua penduduk di kota Madinah diminta untuk mengikuti sholat Ied, baik perempuan pingitan maupun yang sudah terbiasa keluar rumah, begitu pula mereka yang sedang berhalangan karena haidl, nifas atau yang lain, semua untuk menghadiri sholat ied. Mereka dihimbau pula untuk memakai pakaian yang bagus (bagi yang tidak punya agar meminjam dari temanya) dan mengenakan parfum / minyak wangi. Beliau sendiri menghadiri sholat dengan mengenakan jubah dan syal warna merah.

Selesai pelaksanaan sholat Ied dan khotbahnya, Rasulullah berdiri ditengah-tengah jamaah, memperhatikan mereka, seraya pegangan pundak Bilal yang membeberkan slayernya untuk menerima sedekah, mendatangi tempat tempat kerumunan para perempuan dengan menganjurkan mereka untuk bersedekah, sambil mengingatkan bahwa penghuni neraka terbanyak adalah kaum perempuan. Kemudian berdirilah seorang perempuan dengan memerah rona wajahnya memprotes sambil menanyakan: Kenapa harus perempuan Wahai Rasulullah? Jawab beliau: karena engkau wahai perempuan, terlalu banyak mengeluh dan tidak mau mengakui kebaikan suami (Muslim 2:603). Beliau pulang mengambil jalan lain yang tidak dilaluinya pada waktu berangkat (Bukhori 1:334) sehingga beliau berpapasan dengan hampir seluruh warga Madinah, dan bila mendapatkan ucapan selamat berlebaran dengan ucapan: taqobbalallahu minna wa minka maka dijawabnya dengan ungkapan yang sama. (M.Zawaid 2:206)

Kegembiraan dihari raya.

Setibanya di rumah, ditemukan Aisyah isterinya, sedang menikmati musik dan nyanyian dari dua gadis, beliau masuk dan beristirahat disamping isteri tercinta, tanpa memandang kepada para biduan tersebut. Tidak berselang lama, Abu Bakar, seorang sahabatnya, sekaligus mertua beliau, masuk berkunjung ke rumah, dia terperanjat melihat sajian irama dan lagu (nyanyian) dihadapan Rasulullah, dia dengan nada marah membentak dan menyalahkan Aisyah anaknya, “Irama syetan ada dirumah Rasulullah!”, Rasulullah SAW tanggap dengan hardikan itu yang kemudian membalas dengan mengatakan secara santun: “Biarkan wahai Abu Bakar, karena hari ini adalah hari Ied, hari untuk bersenang-senang” (Bukhori 1:323)

Siang harinya, di masjid Rasulullah diselenggarakan festival tari, yang diikuti oleh berbagai bangsa. Sahabat Umar menolak acara tersebut, protes dengan melempari batu kepada para peserta, namun Rasulullah mempersilahkan tetap berlangsung, bahkan beliau mengajak Aisyah, isterinya yang masih muda, dan tentunya senang akan berbagai jenis tontonan dan hiburan, untuk menyaksikan tarian dari bangsa Habasyah (Ethiopia), yang menyajikan tarian menggunakan tombak dan perisai, mereka menari-nari di masjid, Rasulullah memberi support tarian tersebut dengan mengatakan “Terus.. terus.. hai bani Arfidah”. Aisyah ikut nonton sambil menggelayut dipunggung Rasulullah, dengan asyiknya sampai pipi Aisyah menempel dipipi Rasulullah, begitu tampak sangat mesra, dihadapan orang banyak yang sedang menyaksikan fastival tari tersebut. (Bukhori 1:323)

Disaat Rasulullah berada di rumah Umi Salamah, isterinya yang lain, datanglah perempuan milik Hisan ibn Tsabit dengan terurai rambutnya, memegang kendang ingin bernyanyi untuk Rasulullah, Umi Salamah menolaknya karena mengira bahwa beliau tidak akan mau mendengarkan irama musik dan nyanyian, tapi justru Rasulullah dengan lembut mengatakan kepadanya: “Biarkan hai Umi Salamah, karena hari ini adalah hari raya bagi kita” (M. Zawaid 2:206).

* A. Adib Masruhan, Ustadz di Pondok Pesantren Almaghfur Mranggen Demak.